....seoRang gdis yang sdaNg mNuju kdewasaaN.... dwasa dLam brfikiR juga dwasa dLam bRtndak,, :D
Minggu, 05 Juli 2009
Hanya Ingin Menulis
Karena hanya itu yang aku bisa dan aku mampu.
Dan aku ingin ada orang yang akan membaca tulisanku,
Sekedar untuk menemani acara sarapan pagi,
Obrolan di pos ronda, atau dongeng untuk menghantar tidur.
Tidak lebih dari itu, semoga saja keinginan kecilku ini dapat terkabul.
Buat aku, menulis adalah hal yang terindah yang selalu menuntun imajinasiku. Tetapi tidak lantas melupakan hal lain yang juga mampu menempa tempurung kepalaku.
Kadang ada keinginan yang begitu bulat dan bergejolak untuk dapat menulis sesuatu. Entah itu apa! Yang pasti, jika keinginan itu sudah mengetuk bahkan berusaha untuk mendobraknya, aku tidak dapat mebahannya meskipun sedetik saja.
Dan terkadang aku harus merasakan kram ditanganku, karena mesin tulisku begitu manual. Tidak dapat mempercepat, kadang imajiku sudah melambung tinggi sekali, tetapi mesin tulisku ini justru lamban sekali untuk menyamainya. Tetapi apa boleh buat, justru hal ini yang membuatku semakin ingin berpacu dengan angan dan imajiku. Sebenarnya bukan “Apa Boleh Buat”tetapi memang aku menikmatinya, dan bukan karena terpaksa.
Dunia menulis adalah tangan sebagai media, tidak dapat manyangkal lagi bahwa bagiku dunia menulis adalah dunia jiwa dan nafas bersatu demi keindahan yang terangkai tangkai demi tangkai dari setiap kata.
Aku Yang Membenci Diriku
Apa yang terasa adalah jiwa yang melihat. Adalah tuli jika suara hati yang tersayat hanya menjadi seonggok benda mati yang tidak mempunyai sepercik jiwapun.
Menjadi miskin, tanpa harus meminjam jiwa dari yang lain adalah alasanku tetap berdiri diatas kepapanku. Tidak untuk mengais kotoran dari jiwa yang merasa suci, tidak untuk menengadah memohon sekeping uang logam dari jutawan yang merasa telah berkuasa. Tidak, dan sekali lagi tidak untuk itu semua.
Aku yang berkurap, tidak akan tetap terus menggaruk dan duduk meratap. Sedikitpun percikan api yang meletup-letup ringan di dalam diriku, akan kuwujudkan menjadi api yang berkobar di atas pelataran kemarahanku, panas, merah, lebih dari sekedar kobaran api yang mampu melelehkan baja, lebih dari sekedar kobaran api yang mampu membuatmu jadi abu. Lebih dari itu semua.
Ini yang akan kutunjukkan pada diriku yang kubenci, tidak untuk bagaimana bersikap. Tapi sejauh mana aku membawa diriku untuk tetap mengobarkan api itu tanpa harus membuat diriku juga hangus karenanya.
Doaku tidak akan jauh berbeda dengan doa-doa pada umumnya, hanya saja harapanku untuk dapat lebih mencintai diriku, lebih. Itu bukan untuk dapat menjadi orang lain.
Dan tidak semudah mengambil kotoran dari hidung kita, ada waktuku harus melaluinya, ada putaran bulan, suara pergantian alam. Untuk itulah aku yang membenci diriku, memaparkan apa yang tersumbat di ulu hati dan benakku.
Ne tulisan punya kakakku yang punya bakat nulis terpendam..